Rabu, 29 Agustus 2012

Peran dan Fungsi Komite Sekolah

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Sayangnya, ungkapan bijak tersebut sampai saat ini lebih banyak bersifat slogan dan masih jauh dari harapan yang sebenarnya. Boleh di katakan tanggung jawab masing-masing masih belum optimal, terutama peran serta masyarakat yang sampai saat ini masih di rasakan belum banyak di berdayakan.
Di dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 54 di kemukakan:
  1. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
  2. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana,dan pengguna hasil pendidikan.

Secara lebih spesifik, pada pasal 56 di sebutkan bahwa di masyarakat ada dewan pendidikan dan komite sekolah atau komite madrasah, yang berperan sebagai berikut:
  1. Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
  2. Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri di bentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana serta pengawasan pendidikan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis.
  3. Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri di bentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Atas dasar untuk pemberdayaan masyarakat itulah, maka di gulirkan konsep komite sekol;ah sebagaimana di kemukakan di atas. Berdasarkan Keputusan Mendiknas No.044/U/2000, keberadaan komite sekolah berpean sebagai berikut:
  1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
  2. Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan.
  3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan disatuan pendidikan.
  4. Mediator antara pemerintah (eksklusif) dan dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Untuk dapat memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, sekolah harus dapat membina kerja sama dengan orang tua dan masyarakat, menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik dan warga sekolah. Itulah sebabnya maka paradigma MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) mengandung makna sebagai manajemen partisipatif yang melibatkan peran serta masyarakat sehingga semua kebijakan dan keputusan yang di ambil adalah kebijakan dan keputusan bersama, untuk mencaai keberhasilan bersama (Hasbullah,2006:91-93). Dengan demikian, prinsip kemandirian dalam MBS adalah kemandirian dalam nuansa kebersamaan. Hal ini merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip yang di sebut sebagai total quality management, melalui suatu mekanisme yang di kenal dengan konsepsi total football dengan menekankan pada mobilisasi kekuatan secara sinergis yang mengarah pada satu tujuan,yaitu peningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan dengan pengembangan masyarakat (Hamzah,2007:93).
Sementara itu, komite sekolah juga berfungsi dalam hal-hal sebagai berikut:
  1. mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
  2. Melakukan upaya kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
  3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan. pendidikan yang di ajukan oeh masyarakat.
  4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
    1. Kebijakan dan program pendidikan.
    2. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
    3. Kriteria kinerja satuan pendidikan.
    4. Kriteria tenaga pendidikan.
    5. Kriteria fasilitas pendidikan.
    6. Hal-hal lain yang berkaitan dengan pendidikan.
  5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpatisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
  6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
  7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijkan, program,penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan (Hasbullah,2006:93-94)
Daftar Pustaka
Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT.Grafindo
Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: PT.Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar